Dear Pekerja Bandara, Mengapa Kita Perlu Berserikat dan Menolak UU Cipta Kerja?

Presiden Joko Widodo telah meneken Omnibus Law melalui UU 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Carut marutnya proses penyusunan hingga disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja tersebut menuai banyak reaksi protes dari berbagai macam elemen masyarakat, mulai dari kaum buruh, tani, mahasiswa, rakyat miskin kota, hingga pelajar.
Penolakan Omnibus Law Cipta Kerja dilandasi dari buruknya seluruh proses-proses yang dilakukan pemerintah dan DPR mulai dari Tim Satgas yang dibentuk pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang berisikan 127 orang dimana banyak pihak dari masyarakat yang berkepentingan tidak terwakili dalam tim untuk memberikan masukan-masukanya terhadap proses penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Tim Satgas malah banyak diisi sederet nama-nama dari kalangan pengusaha/konglomerat terkemuka. Tentu saja usulan-usulan Tim Satgas dalam memberikan masukan terhadap penyusunan naskah RUU Omnibus Law Cipta Kerja sarat akan kepentingan kaum pemodal.
Tidak berhenti sampai disitu, pembahasan RUU Cipta Kerja oleh DPR terbilang sangat cepat. DPR menyelesaikan pembahasan RUU tersebut hanya membutuhkan waktu 7 bulan kerja. Sedangkan kita tahu bahwa Omnibus Law adalah Undang-undang yang menggabungkan banyak Undang-Undang menjadi satu Undang-Undang yang melibatkan banyak sektor. Sedangkan kita tahu secara bersamaan banyak undang-undang yang tidak diselesaikan oleh DPR dalam prolegnas periode sebelumnya. Sejak disahkanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, masalah lain muncul terkait adanya empat dokumen yang berbeda dari UU Omnibus Law, yaitu versi 905 halaman, kemudian versi 1.052 dan 1.028 halaman serta yang terbaru 1.035 halaman.
Munculnya empat dokumen yang berbeda sejak disahkan dalam sidang paripurna DPR menegaskan bahwa pemerintah dan DPR sengaja mengebut seluruh rangkaian proses pembahasan untuk memuluskan hasrat kepentingan segelintir orang.
Masalah baru muncul ketika Presiden Joko Widodo menandatangani UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja/Omnibus Law. Dokumen yang ditandatangani Presiden Joko Widodo berjumlah 1.187. Jumlah lembaran tersebut berbeda dengan empat draft yang telah disepakati dalam sidang Paripurna DPR. Dalam UU No 11 Tahun 2020 ditemukan sejumlah kesalahan dalam pasal-pasal yang telah diteken Presiden Joko Widodo.
Perubahan-perubahan yang merugikan kaum pekerja atas perubahan substansi UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang termuat dalam salah satu klaster di Undang-undang No 11 tahun 2020 diantaranya mengenai; tidak adanya kewajiban untuk menaikan upah minimum, hilangnya hak cuti panjang, alih daya di semua jenis pekerjaan, dan tidak ada pembatasan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Tentu saja perubahan-perubahan dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 mereduksi dan memiskinkan kaum pekerja. Undang-undang 11 Tahun 2020/Omnibus Law Cipta Kerja jelas memiliki keberpihakan kepada kaum pemodal, alih-alih menciptakan lapangan kerja baru pemerintah & DPR justru memberikan karpet merah untuk segelintir orang (baca : investor). Itu semua demi memuluskan hasrat akumulasinya dengan menghisap keringat kaum Pekerja Indonesia.
Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) sebagai organisasi yang berpihak pada kepentingan kaum pekerja serta mendorong perbaikan kesejahteraan bagi para anggotanya melalui kerja-kerja advokasi, pengorganisiran dan pendidikan berbasis perburuhan.
Federasi menganggap Undang-undang 11 Tahun 2020 merupakan upaya pemerintah dan DPR dalam rangka memuluskan agenda-agenda pengusaha untuk terus mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan kaum buruh sebagai kaum mayoritas serta pilar utama dalam menyangga perekonomian nasional.
Secara implementasi para pekerja akan mengalami perubahan-perubahan dalam relasi hubungan industrialnya dengan para pengusaha, dengan sigap pengusaha akan segera mengambil keuntungan dari atas perubahan Undang-undang 13 Tahun 2003 melalui Undang-undang 11 tahun 2020.
Kondisi kaum pekerja akan semakin rentan di dalam perusahaan. Hubungan kerja fleksibel/kontrak yang terus menerus, tidak adanya kewajiban pemerintah untuk menaikkan UMK karena kebijakan diarahkan pada pertumbuhan ekonomi dan kondisi pengusaha, serta perubahan-perubahan lain yang tentu saja merugikan kaum pekerja, khususnya pekerja bandara di Indonesia.
Masa depan pekerja muda akan semakin tidak jelas. Juga tidak adanya kepastian kerja dan upah yang layak akan membawa masa depan bagi generasi pekerja muda ke jurang kemiskinan yang sistematis melalui legitimasi Undang-undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kawan! Kita perlu memperjuangkan pencabutan Undang undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menjaga harga diri kaum pekerja. Menjaga masa depan kerja, menjaga anak cucu kita untuk masa depan kerja yang lebih layak. Pengusaha akan selalu mengambil keuntungan melalui akumulasi modalnya melalui tangan-tangan pekerja, di mana masa depan akan selalu menjadi kemenangan bagi kaum pemodal yang terus menikmati hasil keuntungan yang dihasilkan melalui kerja-kerja kolektif para pekerja dan sebaliknya pekerja akan selalu mengalami ketidakpastian kerja dan kondisi upah yang tidak layak melalui implementasi Undang-undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Untuk itu FSPBI menyerukan kepada seluruh pekerja Bandara Indonesia untuk membangun kekuatan kolektifnya untuk terus melawan dan menekan pemerintah dan DPR agar mencabut Undang-undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh.
Kita perlu membangun serikat-serikat pekerja di tempat kerja untuk memperkuat kolektivitas dalam rangka memperkuat posisi tawar kaum pekerja bandara di Indonesia untuk melindungi sesama pekerja dari ancaman pengusaha, Kita perlu membangun persatuan sesama pekerja bandara Indonesia melalui organisasi Serikat Pekerja/Aliansi/Federasi/Konfederasi
SOLIDARITAS ADALAH SENJATA KAUM PEKERJA
SALAM SOLIDARITASFederasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI)
Contact Person : 081292827697 Isan Saputra (Dept Advokasi FSPBI) 085213238058 Nofrendo (Dept Organising FSPBI)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *