
Oleh : Raymon Lidra Mufti
Tangerang- Ada yang bilang bahwa tenaga kerja outsourcing dan perbudakan modern adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya dapat terjadi di lingkungan kerja.
Outsourcing adalah ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk menggunakan pihak ketiga untuk menyediakan karyawan atau pekerjaan tertentu. Pihak ketiga ini bertanggung jawab atas mencari dan merekrut karyawan, dan kemudian mempekerjakan mereka untuk bekerja di perusahaan yang memesan. Pekerja outsourcing dibayar oleh pihak ketiga, bukan oleh perusahaan yang memesan. Dalam outsourcing, pekerja masih memiliki kebebasan untuk memilih tempat kerja dan hak untuk keluar dari perusahaan tersebut.
Sementara itu, perbudakan modern adalah praktik memperdagangkan orang untuk memanfaatkan tenaga kerjanya tanpa persetujuan mereka, dengan cara memaksa atau menipu mereka. Orang yang menjadi korban perbudakan modern tidak memiliki kebebasan untuk memilih tempat kerja, tidak dibayar atau dibayar sangat sedikit, dan tidak diberi perlindungan hukum. Mereka seringkali diperlakukan dengan tidak manusiawi dan dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak sehat dan tidak aman.
Meskipun ada situasi di mana pekerja outsourcing diperlakukan dengan tidak adil atau dibayar rendah, secara umum outsourcing bukanlah bentuk perbudakan modern. Namun, perlu diakui bahwa praktik outsourcing yang buruk dapat memperburuk kondisi kerja dan menciptakan situasi di mana pekerja menjadi lebih rentan terhadap eksploitasi dan penindasan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka hanya menggunakan penyedia outsourcing yang terpercaya dan memastikan bahwa pekerja outsourcing mendapatkan hak dan perlindungan yang sama seperti karyawan tetap di perusahaan tersebut.
Namun faktanya masih dapat dengan mudah kita temui dengan mata telanjang praktek-praktek pekerja outsourcing yang diperlakukan seperti ketika zaman perbudakan masih dilegalkan.
Praktek-praktek tersebut dapat mencakup dalam berbagai hal, seperti:
- Upah yang rendah:
Pekerja outsourcing seringkali dibayar dengan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja tetap atau bahkan pekerja kontrak lainnya, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama. Hal ini dapat mengakibatkan kondisi finansial yang sulit bagi pekerja outsourcing dan keluarga mereka.
- Kondisi kerja yang buruk:
Pekerja outsourcing seringkali ditempatkan pada posisi yang membutuhkan jam kerja yang panjang dan tidak memiliki jaminan kesejahteraan atau keamanan kerja yang memadai. Mereka juga seringkali tidak mendapatkan fasilitas kesehatan atau asuransi kerja.
- Ketidakpastian pekerjaan:
Kontrak pekerjaan outsourcing seringkali bersifat sementara atau tidak pasti, sehingga pekerja outsourcing tidak memiliki jaminan akan tetap bekerja dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dalam kondisi finansial dan menciptakan tekanan mental bagi pekerja.
- Tidak adanya hak asasi manusia:
Beberapa perusahaan outsourcing atau penyedia jasa tenaga kerja dapat mengambil keuntungan dari pekerja outsourcing dengan membatasi hak-hak mereka sebagai manusia dan pekerja. Pekerja outsourcing seringkali tidak memiliki hak untuk menyatakan pendapat mereka atau berorganisasi, atau bahkan melaporkan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia.
Praktek-praktek seperti ini dapat menyebabkan kondisi kerja yang tidak adil dan tidak manusiawi bagi pekerja outsourcing. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan perusahaan untuk memastikan bahwa pekerja outsourcing diperlakukan dengan adil dan sesuai dengan hak-hak mereka sebagai manusia dan pekerja.
Sampai hari ini masih ada beberapa perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan menggunakan taktik nakal untuk mengakali pekerja outsourcing.
Beberapa tindakan yang sering dilakukan oleh perusahaan nakal untuk mengakali pekerja outsourcing antara lain:
- Tidak memberikan kontrak yang jelas:
Perusahaan nakal mungkin memberikan kontrak yang ambigu atau tidak lengkap kepada pekerja outsourcing. Hal ini dapat membuat pekerja outsourcing sulit untuk menuntut hak-haknya jika terjadi perselisihan di masa depan.
- Menjanjikan gaji yang lebih rendah:
Perusahaan nakal mungkin memberikan janji gaji yang lebih rendah dari standar yang seharusnya. Hal ini dapat menjerumuskan pekerja outsourcing ke dalam kondisi yang sulit dan tidak adil.
- Mengabaikan hak-hak pekerja:
Perusahaan nakal mungkin tidak memberikan hak-hak dasar kepada pekerja outsourcing, seperti asuransi kesehatan, jaminan sosial, cuti, dan lain sebagainya. Hal ini dapat membuat pekerja outsourcing merasa tidak dihargai dan diabaikan oleh perusahaan.
- Memberikan pekerjaan yang melebihi batas waktu kerja:
Perusahaan nakal mungkin memberikan tugas yang melebihi batas waktu kerja yang diatur oleh perundang-undangan. Hal ini dapat membuat pekerja outsourcing merasa terbebani dan tidak memiliki waktu untuk istirahat yang cukup.
- Tidak memberikan fasilitas yang layak:
Perusahaan nakal mungkin tidak memberikan fasilitas yang layak kepada pekerja outsourcing, seperti tempat kerja yang aman, alat kerja yang memadai, dan lain sebagainya. Hal ini dapat membuat pekerja outsourcing merasa tidak nyaman dan tidak produktif.
Jika Anda adalah pekerja outsourcing, pastikan Anda memahami hak-hak Anda dan menuntutnya jika terjadi pelanggaran. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan pengacara atau serikat pekerja jika Anda mengalami masalah dengan perusahaan outsourcing yang tidak bertanggung jawab.
“Persatuan Membuat Kekuatan” atau dalam bahasa Inggris “Unity is Strength” adalah semboyan buruh dunia yang sering digunakan. Semboyan ini mencerminkan pentingnya persatuan dan solidaritas antara para pekerja dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Dengan bersatu, para pekerja dapat memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menuntut perlindungan dan keadilan dari pihak majikan atau pemerintah. Semboyan ini juga dapat diartikan sebagai ajakan untuk menghindari perpecahan atau perbedaan di antara para pekerja, sehingga mereka dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Mari sama-sama kita berjuang untuk perbaikan nasib pekerja menuju kehidupan yang lebih layak, adil dan sejahtera.
*Penulis adalah Ketua Badan Pengawas Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI)