
TANGERANG- Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) menyoroti dampak pandemi terhadap berbagai sektor pekerjaan yang membuat banyak orang kehilangan pendapatan.
Ketua Umum FSPBI, Edi Lesmana menuturkan pandemi juga tak sedikit dijadikan kalangan perusahaan untuk mengurangi jumlah pekerja dengan alasan efisiensi.
Menurutnya, sebelum adanya pandemi Covid-19 ini, perusahaan-perusahaan tidak berpikir bagaimana menjaga keamanan perusahaan dan pekerjanya. Dengan kata lain mereka tidak memperhitungkan bagaimana ke depan perusahaan harus aman.
“Justru prinsip yang dibangun adalah para pucuk pimpinan berpikir aman saat posisi menjabat, urusan nasib perusahaan ke depan, mereka melempar tanggung jawab kepada pejabat baru di perusahaan,” ujarnya.
Edi menggambarkan, kondisi para pekerja terutama di Indonesia seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Ketika banyak orang kehilangan penghasilan, pandemi justru dijadikan momen para elit meloloskan Omnibus Law yang diyakini merugikan kalangan pekerja/buruh itu. Padahal, semua khawatir adanya kerumunan besar dapat memperluas penyebaran Covid-19.
“Tapi di sisi lain, meloloskan Omnibus Law justru memancing kerumunan besar gelombang unjuk rasa berbagai lapisan masyarakat yang terdampak,” katanya.
Selain itu, lanjut Edi, situasi pandemi ini juga dijadikan kesempatan aparat bertindak terhadap para pelanggar protokol kesehatan karena adanya kerumunan gelombang unjuk rasa tersebut.
“Yang juga disayangkan adalah pandemi menjadi bahan politisasi berbagai kepentingan kelompok dengan mengatasnamakan rakyat tertentu yang tidak jelas asal usulnya.”
Oleh karena itu, FSPBI mendesak pemerintah mencari solusi terbaik untuk mengatasi situasi pandemi ini agar segera berakhir. Sebab, berbagai lapisan masyarakat mulai dari pedagang, tani, hingga pelajar saat ini sangat menantikan perbaikan ekonomi yang bisa kembali stabil guna kelangsungan hidup mereka.
Edi menambahkan, pandemi juga dijadikan momen untuk memaksa penggunaan gadget sebagai media berbagai aktivitas. Namun, sayangnya, masyarakat tidak semuanya melek gadget sehingga kendala-kendala yang timbul sangatlah besar seperti ketersediaan kuota internet untuk menunjang aktivitas tidak tersedia dengan baik. Berbeda dengan negara tetangga yang mampu memberikan pulsa gratis untuk rakyatnya.
“Jadi wajar saja kalau pandemi di negeri ini tak akan pernah selesai, karena pandemi justri menjadi komoditi kepentingan,” ujarnya.