TANGERANG- Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) menolak keras Omnibus Law RUU Cipta Kerja lantaran dinilai draft beleid tersebut lebih cendrung berpihak ke pengusaha.
Ketua FSPBI Edi Lesmana menuturkan dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan terkait cipta kerja tetapi masih belum sempurna namun ada perlindungan buat para pekerja didalamnya.
“Namun Omnibuslaw Cipta Kerja ini semua jaminan perlindungan untuk pekerja menjadi hilang, walaupun bisa dibahas di PKB perusahaan masing-masing. Namun tidak ada nilai minimal yang dapat dibuat sebagai harga dasar, nah hal inilah yang akan menjadikan para pengusaha menang sebelum berunding,” ujarnya.
Dia menuturkan hal paling penting adalah seluruh jenis pekerjaan dapat dialihdayakan. Artinya generasi ke depan pekerjaan tak ada lagi yang bersifat tetap. Semua pekerja akan seperti tenaga kerja belian yang setiap saat dapat diputus kerjanya oleh pengusaha tanpa adanya imbalan pesangon.
Menurutnya, pengusaha akan lebih dominan dalam membuat keputusan tidak ada perimbangan. Jadi sangat dimungkinkan peran Serikat Pekerja menjadi lemah.
“Jadi kami FSPBI menolak keras, Omnibuslaw Cipta Kerja. Kami akan berkonsolidasi dengan berbagai Organisasi Serikat Pekerja untuk menyatukan perjuangan dan perlawanan guna meraih kemenangan,” ujarnya.
Sebelumnya, terjadi pembahasan di tingkat satu dan tujuh fraksi partai politik di DPR RI, DPD RI, serta pemerintah menyepakati Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Nantinya, seperti dilaporkan Tirto.id RUU Cipta Kerja tinggal menunggu pengesahan di pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI. RUU ini awalnya merupakan RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
Sementara itu, Sekjen FSPBI Jacqueline Tuwanakotta menuturkan pada Senin, 5 Oktober 2020 federasi akan menggelar pertemuan internal membahas rencana mogok nasional serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia yang akan digelar pada 6-8 Oktober 2020 untuk menolak RUU Omnibuslaw.
Rapat akan digelar di Sekretariat FSPBI, Ruko Vivo Bussines Park. Adapun, anggota federasi yang diundang hadir antara lain IKAGI, Siperkasa, ACCI, SPEC, GEBUK, GEKARA dan SPS.
“Ini jadi agenda serius karena RUU Omnibus Law akan disahkan,” paparnya.
Beberapa poin dalam RUU Omnibus Law tersebut yang ditolak oleh kalangan pekerja/buruh antara lain penghapusan upah minimum kota/kabupaten; pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan jadi 25 bulan; tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
Lainnya adalah terkait jam kerja yang diniai eksploitatif; penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Dan terakhir adalah hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.