Pengertian Tenaga Kerja Outsourcing Menurut Aturan Ketenagakerjaan Indonesia

Foto : FSPBI

Oleh : Raymon Lidra Mufti

Tenaga kerja outsourcing atau lebih sering disebut dengan pekerja outsourcing adalah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh perusahaan outsourcing dan kemudian disewakan atau dipinjamkan kepada perusahaan lain untuk bekerja dalam waktu tertentu.

Menurut aturan ketenagakerjaan Indonesia, pekerja outsourcing diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pekerja outsourcing adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan penyedia tenaga kerja atau perusahaan outsourcing dan ditempatkan pada perusahaan lain untuk bekerja dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara perusahaan penyedia tenaga kerja dengan perusahaan yang menggunakan jasanya.

Dalam hal ini, perusahaan outsourcing bertindak sebagai penghubung antara perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dengan tenaga kerja yang dibutuhkan. Perusahaan outsourcing bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada pekerja outsourcing sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Batasan bidang pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada pihak ke-3 tergantung pada undang-undang dan peraturan yang berlaku di setiap negara. Namun, secara umum, bidang pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga adalah bidang pekerjaan yang bersifat operasional dan bukan inti bisnis dari suatu perusahaan.

Berikut adalah beberapa contoh bidang pekerjaan yang umumnya dapat dialihdayakan kepada pihak ke-3:

  1. Jasa kebersihan dan pemeliharaan gedung, seperti layanan pembersihan, perawatan taman, dan pengelolaan fasilitas.
  2. Layanan teknologi informasi, seperti pengelolaan sistem IT, pengembangan perangkat lunak, pengelolaan jaringan, dan dukungan pengguna.
  3. Pekerjaan administratif, seperti pengolahan data, layanan pelanggan, dan dukungan administratif.
  4. Jasa keuangan, seperti pengelolaan akuntansi, perencanaan keuangan, dan analisis keuangan.
  5. Layanan logistik, seperti pengiriman, pergudangan, dan pengelolaan rantai pasok.

Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun pekerjaan ini dapat dialihdayakan, perusahaan tetap bertanggung jawab atas hasil kerja yang diberikan oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, perusahaan harus memilih mitra yang terpercaya dan memiliki kredibilitas yang baik untuk menghindari risiko dan dampak negatif pada bisnis.

Di Indonesia, terdapat beberapa bidang pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga (outsourcing), namun juga terdapat batasan-batasan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Beberapa batasan tersebut antara lain:

  1. Bidang pekerjaan yang boleh dialihdayakan adalah bidang pekerjaan yang bersifat tidak strategis, bukan merupakan inti bisnis perusahaan, atau bidang pekerjaan yang dapat dipisahkan dari kegiatan utama perusahaan. Bidang pekerjaan yang bersifat strategis atau inti bisnis perusahaan tidak boleh dialihdayakan.
  2. Pekerjaan yang dialihdayakan harus berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan, bukan sekadar pekerjaan administratif atau pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus.
  3. Pihak ketiga yang menerima alih daya harus memiliki izin usaha jasa penyedia tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
  4. Perusahaan harus mengikuti aturan ketenagakerjaan yang berlaku, seperti memberikan hak-hak yang sama kepada pekerja outsourcing dan pekerja tetap, dan memberikan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Perusahaan juga harus memperhatikan kesejahteraan pekerja outsourcing, termasuk memberikan pelatihan, pengembangan karir, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Perlu dicatat bahwa batasan-batasan ini dapat berbeda-beda tergantung pada sektor industri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan berkonsultasi dengan pihak ahli hukum ketenagakerjaan untuk memastikan bahwa penggunaan outsourcing di perusahaan telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Batasan bidang pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa pekerjaan yang tidak dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga adalah pekerjaan yang bersifat personal atau khusus, seperti pekerjaan pengawasan, pengamanan, pelayanan, dan kepegawaian.
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Ketiga, yang menetapkan bahwa pekerjaan yang tidak dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga adalah pekerjaan yang bersifat inti dan strategis, seperti perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan evaluasi.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.02/2014 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menyatakan bahwa pekerjaan yang tidak dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga adalah pekerjaan yang bersifat esensial, seperti penyediaan dan pengelolaan data keuangan, perencanaan anggaran, dan pembayaran pajak.
  4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Bantuan Operasional Sekolah, yang menetapkan bahwa pekerjaan yang tidak dapat dialihdayakan kepada pihak ketiga adalah pekerjaan yang bersifat krusial dan sensitif, seperti pengawasan dan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah.

Pelanggaran batasan bidang pekerjaan yang dapat di alih dayakan kepada pihak ketiga dapat memiliki dampak negatif yang signifikan baik terhadap perusahaan maupun si pekerja itu sendiri.

Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan:

  1. Sanksi Hukum: Jika pelanggaran batasan bidang pekerjaan tersebut melanggar undang-undang atau peraturan, perusahaan dan pekerja yang terlibat dalam pelanggaran dapat dikenai sanksi hukum seperti denda atau bahkan tuntutan pidana.
  2. Kehilangan Kepercayaan: Pelanggaran batasan bidang pekerjaan dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan yang diberikan oleh klien dan pelanggan. Hal ini dapat berdampak pada kehilangan bisnis dan penurunan keuntungan.
  3. Persaingan Tidak Sehat: Jika perusahaan memanfaatkan pihak ketiga untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh karyawan sendiri, hal ini dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat dan merugikan perusahaan lain di industri yang sama.
  4. Potensi Masalah Keamanan: Ketika pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh karyawan dipindahkan ke pihak ketiga, perusahaan mungkin tidak memiliki kontrol penuh terhadap informasi rahasia atau data sensitif yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan risiko keamanan yang signifikan.
  5. Dampak pada Karyawan: Jika perusahaan memindahkan pekerjaan ke pihak ketiga secara rutin, hal ini dapat berdampak pada karyawan yang seharusnya melakukan pekerjaan tersebut. Karyawan mungkin merasa tidak dihargai atau kehilangan pekerjaan mereka karena tugas-tugas tersebut telah dialihdayakan.

Jika perusahaan pemberi kerja melanggar batasan-batasan bidang pekerjaan yang tidak dapat di alih dayakan kepada pihak ke-3, maka pekerja dapat mengambil beberapa langkah hukum, antara lain sebagai berikut:

  1. Menuntut perusahaan pemberi kerja untuk menghentikan pelanggaran tersebut dan memperbaiki situasi kerja agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. Melaporkan perusahaan pemberi kerja ke otoritas yang berwenang, seperti Dinas Tenaga Kerja, jika pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja melanggar ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Melakukan gugatan perdata terhadap perusahaan pemberi kerja, apabila terdapat kerugian yang diderita oleh pekerja akibat pelanggaran tersebut.
  4. Mengajukan pengaduan atau laporan ke organisasi atau serikat pekerja, yang dapat memberikan dukungan dan advokasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
  5. Melakukan pemogokan atau aksi protes lainnya, sebagai bentuk tuntutan hak dan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh pekerja.

Namun, sebelum mengambil langkah hukum, sebaiknya pekerja mempertimbangkan baik-baik dan memperhatikan potensi risiko dan konsekuensi yang mungkin terjadi, termasuk biaya dan waktu yang diperlukan. Penting juga untuk memperhatikan aturan dan prosedur yang berlaku dalam penyelesaian masalah di tempat kerja, serta mendapatkan nasihat dan konsultasi hukum dari pihak yang berkompeten dan terpercaya.

*Penulis adalah Ketua Badan Pengawas Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *