Hak-Hak Pekerja Perempuan Yang Harus Kita Ketahui

Dokumentasi IWD FSPBI

Oleh: Yosephine Ecclesia

Tahukan anda bahwa kita para pekerja perempuan memiliki hak-hak khusus yang diatur dalam aturan ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagai pekerja perempuan, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui apa saja hak-hak kita dan bagaimana perusahaan tempat kita bekerja mengatur hak-hak tersebut.   

Hak Pekerja Perempuan Dan Ketentuan Yang Mengaturnya Serta Sanksi Hukumnya

Sebagai pekerja perempuan, ada hak-hak khusus yang kita miliki dan hak tersebut diatur dalam Undang-Undang serta aturan ketenagakerjaan yang terkait. Apa saja sih hak-hak pekerja perempuan yang dilindungi negara?

  1. Perusahaan Wajib Memberikan Hak Cuti Haid

Hak pekerja untuk mendapatkan cuti haid itu diatur dalam;

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 81 ayat (1)

Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 84

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat haid berhak mendapat upah penuh.

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 93 ayat (2) huruf b

Pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh perempuan yang menjalankan istirahat haid

Sanksi Pidana

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 186 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang tidak membayar upah pekerja/buruh perempuan yang sedang menjalankan istirahat haid, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,-  

  1. Perusahaan Wajib Memberikan Hak Cuti Keguguran

Hak pekerja untuk mendapatkan cuti keguguran  itu diatur dalam;

  • UU 13 Tahun 2003 pasal 82 ayat (2) 

Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 84

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat gugur kandungan berhak mendapat upah penuh.

Sanksi Pidana

  • UU No. 13/ 2003 pasal 185 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang tidak memberikan hak keguguran kandungan kepada pekerja/buruh perempuan, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau  denda  paling   sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,-

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 93 ayat (2) huruf c

Pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh perempuan yang menjalankan hak istirahat keguguran kandungan.

Sanksi Pidana

  • UU No. 13/ 2003 pasal 186 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang tidak membayar upah, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- 

  1. Perusahaan Wajib Memberikan Hak Cuti Melahirkan

Hak pekerja untuk mendapatkan cuti melahirkan itu diatur dalam;

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 82 ayat (1)

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 84

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat melahirkan berhak mendapat upah penuh.

Sanksi Pidana

  • UU No. 13/ 2003 pasal 185 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang tidak memberikan hak istirahat sebelum dan sesudah melahirkan kepada pekerja/buruh perempuan, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau  denda  paling   sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,-

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 93 ayat (2) huruf c

Pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh perempuan yang menjalankan hak istirahat sebelum dan sesudah melahirkan

Sanksi Pidana

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 186 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang tidak membayar upah, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- 

  1. Perusahaan Wajib Memberikan Kesempatan Menyusui

Hak pekerja untuk mendapatkan hak kesempatan menyusui  itu diatur dalam;

  • UU No. 13 tahun 2003 pasal 83

Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya walaupun hal itu harus dilakukan selama jam kerja.

  • Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 2 menjamin pemenuhan hak mendapat ASI Eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan.
  • Peraturan Bersama 3 Menteri yakni: Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Kesehatan No. 48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan No. 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian ASI selama Waktu Kerja di Tempat Kerja Pasal 3

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertanggung jawab :

  1. Mendorong para pengusaha/serikat pekerja serikat buruh untuk mengatur prosedur pemberian ASI dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama dengan merujuk pada UU Ketenagakerjaan di Indonesia.
  2. Mengkoordinasikan sosialisasi pemberian ASI di tempat kerja.

 Sanksi Pidana

  • UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pada pasal 200 memberi ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi pemberian ASI.

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 

5. Perusahaan Wajib Menyediakan Fasilitas Ruang Menyusui

    Hak pekerja wanita untuk mendapatkan fasilitas ruang menyusui

  • Pasal 128 ayat (3) UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan:

Penyediaan fasilitas khusus pemberian air susu ibu diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

  • Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pada pasal 30 ayat (1), (2), dan (3) menegaskan dukungan tempat kerja untuk mendukung program ASI Eksklusif di tempat kerja diatur melalui perjanjian kerja, yakni dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI.
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, pada pasal 9 ayat (2) menyebutkan prasyarat ruang menyusui, yakni harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. Tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3×4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui.
  2. Ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup.
  3. Lantai keramik/semen/karpet.
  4. Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup.
  5. Bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi.
  6. Lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan.
  7. Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan.
  8. Kelembaban berkisar antara 30-50%, maksimum 60%.
  9. dan tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan.

6. Larangan Perlakuan Diskriminasi Terhadap Pekerja Perempuan

  • UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 5 

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

  • Pasal 6

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

  • Pasal 190 ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU No. 11 tahun 2020

Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran larangan diskriminasi dalam pekerjaan.

  • UU No. 80 tahun 1957 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 100 tahun 1951 tentang Pengupahan yang Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya
  • UU No. 21 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 111 tahun 1957 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, menyebut istilah “pekerjaan” dan “jabatan” dalam konvensi ini meliputi juga kesempatan mengikuti pelatihan keterampilan, memperoleh pekerjaan dan jabatan tertentu, dan syarat-syarat serta kondisi kerja yang sama untuk buruh perempuan dan laki-laki.
  • Pasal 11 UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya: Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.

7. Ketentuan Mempekerjakan Pekerja Perempuan di Malam Hari

  • Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 76 ayat (1), (3) dan (4)

(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:

  1. memberikan makanan dan minuman bergizi;dan
  2. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

Peraturan pelaksana dari ketentuan ayat (3) dan (4) seperti diatas diatur lebih lanjut oleh 

  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 224 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 

Sanksi Pidana

  • Pasal 187 ayat (1) dan (2) jo UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang melanggar ketentuan mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

8. Larangan Mempekerjakan Pekerja Perempuan Hamil pada Kondisi Berbahaya

  • UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 76 ayat (2)

Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

Sanksi Pidana

  • Pasal 187 ayat (1) dan (2) jo UU No. 11 tahun 2020

Merupakan tindak pidana pelanggaran, pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan hamil bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

  • Pasal 49 ayat (2) Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan.

  • Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas (Maternity Protection) menegaskan perlindungan bagi buruh perempuan hamil dan janin yang dikandungnya dari kondisi kerja yang tidak aman (berbahaya) dan tidak sehat. 

Sayangnya Konvensi ini belum diratifikasi oleh Pemerintah. 

Melalui rekomendasi dari Konvensi ILO 183 yakni Rekomendasi nomor 191 tahun 2000, merekomendasikan bahwa negara harus mengambil tindakan untuk memastikan adanya penilaian atas segala resiko di tempat kerja yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan reproduksi buruh perempuan. Terhadap risiko-risiko tersebut perlu disediakan alternatif antara lain pindah sementara ke bagian lain tanpa harus kehilangan upah, secara khusus dalam hal pekerjaan:

  1. Pekerjaan sulit yang melibatkan upaya untuk mengangkat, membawa, mendorong, atau menarik beban secara manual.
  2. Pekerjaan yang terekspos bahan biologis, kimiawi, atau yang mengandung bahaya kesehatan reproduktif.
  3. Pekerjaan yang membutuhkan keseimbangan khusus.
  4. Pekerjaan yang melibatkan ketegangan fisik akibat duduk atau berdiri terlalu lama, atau akibat suhu atau getaran yang terlalu ekstrim.
  5. Perempuan hamil atau yang sedang dirawat tidak boleh diharuskan untuk kerja malam jika surat keterangan medis menyatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kehamilan atau perawatannya.

9. Larangan PHK karena Hamil, Melahirkan, Gugur kandungan, atau Menyusui

  • Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf e dan ayat (2)  jo. UU No. 11 tahun 2020
  1. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
  2. Pemutusan hubungan kerja yang  dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. 

10. Perlindungan dari Kekerasan dan Pelecehan 

  • Pasal 86 ayat (1) huruf b dan c UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

  • Pasal 76 ayat (3) huruf b UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib: menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

  • Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 224 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja/buruh perempuan dengan :

a. menyediakan petugas keamanan di tempat kerja;

b. menyediakan kamar mandi/wc yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/buruh perempuan dan laki-laki.

  • Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
  • Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1 tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja  Perempuan (RP3) di Tempat Kerja

RP3 adalah tempat, ruang, sarana, dan fasilitas yang disediakan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap pekerja perempuan di tempat kerja berupa: upaya pencegahan kekerasan terhadap pekerja/buruh perempuan, penerimaan pengaduan dan tindak lanjut, dan pendampingan.

  • Konvensi ILO 190 tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja melindungi terhadap segala bentuk kekerasan dan pelecehan di dunia kerja serta menyediakan langkah-langkah khusus untuk mengatasi kekerasan dan pelecehan berbasis gender. 

Konvensi ini juga belum diratifikasi di Indonesia.

Apakah Hak-Hak Pekerja Perempuan Yang Diatur Dalam UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003 Masih Berlaku Pasca Diterbitkannya PERPPU Cipta Kerja ?

Pasca terbitnya PERPPU Cipta Kerja, banyak kekhawatiran hak pekerja perempuan yang tercantum dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihilangkan karena tidak tercantum di dalam PERPPU Cipta Kerja. Mengenai hal ini, mengacu pada pasal 80 dan 81 UU Ciptaker, menyatakan bahwa UU Ketenagakerjaan masih berlaku sepanjang tidak diubah, dihapus, atau ditetapkan pengaturan barunya oleh PERPPU Cipta Kerja. 

Oleh karena sejumlah hak pekerja perempuan dalam UU Ketenagakerjaan yang disebutkan di atas tidak diubah, dihapus, atau ditetapkan pengaturan barunya oleh PERPPU Cipta Kerja, maka masih berlaku hingga kini. Namun demikian untuk kepastian hukum, penting bagi pengusaha dan pekerja/serikat pekerja untuk memasukan klausul perlindungan maternitas ke dalam perjanjian kerja bersama.

Seperti kita ketahui bersama bahwa tanggal 16 Februari 2023 telah ditutup Rapat Paripurna DPR RI Ke-17 tanpa ada pengesahan Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Lantas apakah Perppu Cipta Kerja akan digantikan dengan UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau sesuai dengan pemaparan parlemen yaitu akan dilakukan pembahasan kedua untuk Perppu 2 th 2022 tentang Cipta Kerja.

Maka dari itu langkah preventif bagi serikat harus memperkuat hak-hak pekerja perempuan di dalam PKB. Sebab kita tidak tahu hal naas pembahasan kedua untuk Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja masih bisa dibahas setelah Sidang Paripurna ke-17 ditutup tanggal 16 Februari 2023 kemarin.

Penting untuk diingat bahwa hak-hak ini dilindungi oleh undang-undang dan harus dihormati oleh perusahaan atau atasan. Jika hak-hak ini dilanggar, pekerja perempuan dapat melaporkan hal tersebut kepada otoritas terkait atau organisasi serikat pekerja untuk mendapatkan bantuan dan perlindungan.

*Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *